Pages

Sebuah mahakarya dari icetea simpel, apa adanya terinspirasi dari kisah nyata

Ads 468x60px

Featured Posts

Jumat, 13 Juli 2012

Kanza’s Dreamland

Mata itu tak berkedip. Ia sama sekali tak ingin mengalihkan pandangannya pada seorang lelaki diseberang tempat Ia menunggu angkutn umuma. Namun baru saja Ia mulai mengenali wajah itu, sebuah bis kota melintas dan membawa pria berkaca mata yang tak lain adalah teman SMP-nya 7 tahun yang lalu.
            “Za? He? Hello?!!!,” Ririn melambaikan tangan kanannya tepat dihadapan wajah Kanza. Ia merasa ada yang tidak beres dengan shabat sekampusnya itu hingga sejak tadi Kanza tak beralih dari halte bis diseberang mereka.
            “Eh,, kenapa Rin?” jawab gadis yang mempunyai khayalan tingkat tinggi itu.
            “Kenapa kenapa... kamu tuh yang kenapa, dari tadi bengong aja. “
            Tak berapa lama kemudian Ficky, pacar Ririn menghampiri mereka.
            “Lho? Katanya hari ini nggak kekampus?” tanya Ririn secepatnya.

Minggu, 20 Mei 2012

Gamelan


Mimpi buruk itu datang lagi...........
            “Si..si..siapa Kamu?”
            “Aku adalah jiwa yang telah kau usik ketenangannya. Kembalikan atau kau akan mati!!!!”
            Wajah Giring memucat. Cucuran keringat dingin mengalir dengan derasnya membasahi seluruh tubuh pria paruh baya itu. Ingin rasanya Ia berlari sekencang mungkin. Menghilang dari sosok wajah ayu seorang putri dari kayangan yang membuatnya takut bukan kepalang. Kali ini Giring memang tidak seperti biasanya. Dalam kehidupan sehari-hari, Ia tak pernah mengedipkan mata ketika seorang gadis cantik melintas dihadapannya. Namun berbeda dengan saat ini, putri yang berpakaian adat jawa itu memancarkan aura kemarahan yang luar biasa. Ia semakin dekat dengan Giring. Baru saja tangan Giring dicengkram oleh sang putri tiba-tiba seorang wanita memanggilnya.
            “Mas? Bangun Mas?” ujar Ratih menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.
            “Ratih!” pekiknya sambil memeluk Ratih sekuat mungkin.
            Ratih lepaskan pelukan itu perlahan. Ia usap keringat dingin yang membasahi wajah suaminya.

My name is Lovely


Siang yang begitu terik tak menyurutkan kaki kecil gadis berumur 10 tahun itu. Dengan irama jantung yang semakin berdegup kencang ia pun menghentikan pelariannya. bersembunyi dibalik pohon mangga yang cukup besar untuk sekedar menutupi tubuhnya yang mungil. Beberapa menit kemudian Ia beranikan diri untuk mendongakan kepalanya, mengamati dari jauh seorang pria berumur 29 tahun yang masih tampak kebingungan karena tak berhasil menemukannya. Namun ditengah pengintaiannya itu, tiba-tiba sebuah tangan meraih pundaknya hingga membuat jantungnya berdegup lebih kencang lagi.
                “Olly?”
                Suara itu, ia mengenalinya. Ya itu adalah suara Viola, ibu dari gadis kecil yang tengah ketakutan setengah mati.
                “Kenapa sayang?  Kenapa wajah kamu pucat?” tanya Viola lembut sambil mengusap dahi Olly yang penuh dengan bintik-bintik keringat.
                “Nggak ada apa-apa,” jawab Olly singkat untuk kemudian meninggalkan ibunya dan segera beranjak ke mobil. Ia ingin secepatnya tiba dirumah.
                Viola tak berkomentar apa-apa meski Ia tahu pasti ada sesuatu yang membuat putri kecilnya terlihat gusar. Tapi Ia mengerti betul sifat Olly. Jika Olly sedang tak mau bicara, dipaksa dengan cara apa pun pasti Ia tidak akan cerita. Ada saatnya Olly memberitahukan masalahnya pada Viola dan mungkin saat ini bukan waktu yang tepat.
                Viola segera menyusul Olly memasuki mobil berwarna hitam mengkilat itu dan segera mengemudikannya dengan kecepatan sedang.

Jumat, 27 April 2012

Kartini untuk Kartono


                Tono masih berdiri santai untuk melihat hasil pengumuman kelulusannya. Baginya berdesak-desakan sambil sesekali menjejak teman yang juga berusaha melihat pengumuman tersebut adalah sesuatu yang kekanak-kanakan. Padahal usia 18 tahun sudah tidak sepantasnya untuk dikatakan anak-anak.
                Setelah menunggu setengah jam, akhirnya kini hanya segelintir siswa saja yang masih terpaku memandangi papan putih dengan tempelan kertas tersebut. Tono pun mulai mendekat. Jantungnya mulai berdetak keras. Tubuhnya bergetar. Apa yang harus Ia lakukan untuk menguatkan gadis yang berada tepat di depan papan itu? Ya, bukan karena hasil kelulusan yang membuat Tono gugup, melainkan gadis manis yang ada didepannya.

Senin, 23 April 2012

Kunang-Kunang di Ujung Nirwana


Aku masih berdiri di ujung jembatan tua tepi danau. Aku tahu ini sudah terlalu larut, namun aku masih ingin menunggunya. Menunggu kedatangan seseorang yang kini baru aku sadari betapa Ia sangat menyayangiku. Segala jiwa dan raganya telah Ia berikan untukku hingga tak ada yang tersisa sedikit pun. Ya semua yang Ia miliki benar-benar telah hilang. Bahkan sesuatu yang telah menjelma menjadi belahan jiwanya pun menghilang begitu saja.
       Aku masih ingat saat Ia datang kepadaku. Dengan tangannya yang tampak bergetar Ia berikan setangkai mawar merah yang begitu harum untukku, berharap Aku akan menerima cintanya. Lama Ia menunggu jawaban itu karena bibirku tak kunjung mengatakan sesuatu. Mungkin ada 10 menit Ia berdiri dihadapanku untuk mendapatkan sebuah kepastian, hingga akhirnya terucaplah kata itu. Kata-kata yang tak pernah Ia bayangkan.

Library is My Destinity


Inilah kisahku. Kisah seorang remaja SMA yang tak pernah jauh dari perpustakaan. Bukan karena aku kutu buku. Aku sendiri bahkan tidak mempunyai koleksi buku seperti ayah dan bundaku yang mengkoleksi ratusan buku di perpustakaan pribadi mereka. Kalaupun dikamarku ada buku, itu hanya buku pelajaran.
                Ayahku adalah seorang kepala perpustakaan pada salah satu universitas ternama di Yogyakarta sedangkan Bunda sendiri bekerja di BPAD kota Yogyakarta sebagai pustakawan utama. Sebenarnya ketika kuliah Bunda tidak mengambil jurusan ilmu perpustakaan seperti Ayahku. Bunda meimilih untuk kuliah di jurusan IT yang kala itu lowongan sebagai progamer memang sangat menjajikan ditambah lagi dengan

Senin, 09 April 2012

Ku Lukis Ketakwaanmu di Hatiku


Enyak masih tertegun melihat karya lukisan anak semata wayangnya. Indah dan penuh makna. Setidaknya itulah menurut Enyakk.
          “Ngapain Nyak?”
          “Eh elu Yan. Enyak lagi liatin lukisan lu nih. Bagus amat yak? Perasaan Enyak nggak pinter ngelukis. Abah lu apalagi. Tiap hari buruuuuung aja yang diurusin. Lu nurun bakat dari siapa yak?,” tutur emak, fokus menatap lukisan yang  kebanyakan bertajuk keindahan Alam.
          “Mane aye tau Nyak. Yah disyukuri saja lah Nyak, Allah telah mengkaruniai anak yang guanteng sekaligus pinter ngelukis kaya Dian,” jawab Dian penuh percaya diri.